Genmuda – Pemilihan umum selalu jadi pengalaman seru buat anak muda, entah itu memilih presiden, kepala daerah, atau ketua RT/RW. Mereka yang baru pertama ngerasain gimana rasanya megang “surat suara” yang kadang suka salah dilipat lagi setelah dicoblos, akhirnya ngerasa jadi warga negara sesungguhnya.
Sebagian mungkin udah pernah nyoblos satu atau dua kali sebelumnya dan udah paham rasanya harus basa-basi sama tetangga yang ketemu di Tempat Pemungutan Suara (TPS), padahal udah pengen buru-buru pulang. Yang manapun kamu, di bawah ini adalah 13 jenis kelakuan anak muda yang pastinya muncul saat pemilihan umum.
1. Mereka yang pamer tinta biru
Anak muda pada dasarnya suka pamer. Ketika pemilu, medsos mereka jadi tempat pamer jari (biasanya kelingking) bertinta biru yang nandain kalo mereka udah nyoblos. Bahkan mereka yang udah puluhan kali nyoblos tapi masih “berdarah muda” juga sama kelakuannya.
2. Mereka yang berburu diskon
Ada juga sengaja nyoblos dan nyelupin jari ke tinta biru supaya dapet diskon. Banyak tuh tempat makan dan rekreasi yang ngasih diskon dadakan buat semua yang nyoblos dan ada bukti tinta TPS di jarinya. Abis itu, pamer lagi di medsos. Udah nyoblosnya engga ikhlas, jalan-jalan modal diskonan, pamer lagi. Hadeh.
3. Mereka yang foto-foto di dalam bilik suara
Mungkin mereka engga paham kalo salah satu asas pemilihan umum adalah “rahasia,” yang berarti pilihan masing-masing warga baiknya cuma doi dan Tuhannya yang tau. Tapi, bisa jadi dalam pembuluh mereka mengalir darah alay tingkat lanjut yang menyebabkan mereka sukses menyelundupkan ponsel kamera ke dalam bilik, lalu foto-foto, termasuk memotret dan memposting surat suara coblosan mereka.
4. Mereka yang suka “mantek”
Sisi dalam bilik suara kadang juga bernasib seperti tembok-tembok yang udah “dipantekin” tulisan “OTONG WAS HERE” dan sebagainya. Bedanya, coretan di dalam bilik suara bisa berupa ujaran politis macam “CALON X PASTI MENANG,” “YANG PILIH CALON Y = BANCI,” dan pastinya “Ayu Ting Ting <3 Raffi Ahmad.”
5. Mereka yang kesiangan bangun
Ada juga manusia-manusia kalong yang gara-gara baru tidur ketika matahari terbit jadinya baru bisa ke TPS mepet jam tutup. Yaudah lah ya engga apa-apa. Yang penting masih bisa nyoblos dan dapet diskon di tempat nongkrong terdekat.
6. Mereka yang banyak tanya
Tika: “Eh, lo nyoblos siapa?”
Kuro: “Yang terbaik lah”
Tika: “Nomer X ya?”
Kuro: “Pokoknya yang terbaik deh, Tik”
Tika: “Ah elah. Ngaku aja deh nomer X kan? Gue juga nomer X kok. Ya kan, lo pilih doi kan?”
Kuro: “Elah. Kepo banget sih lo, Tik. Rahasia, kali! Mending lo kepoin pacar lo tuh katanya doi lagi dideketin Ayu Ting Ting.”
7. Mereka yang jadi panitia
Karena darah anak muda masih berapi-api kayak idealismenya, banyak anak muda yang terlibat jadi panitia pemungutan suara, saksi voting di TPS, terlibat organisasi quick count, atau bisa jadi emang tinggal di TPS-nya. Yang jelas, doi banyak memposting kegiatan pemilu di medsosnya dengan caption nasionalis.
8. Mereka yang lupa pulang
Ada juga yang tau-tau nyangkut di TPS karena ternyata ketemu banyak temen. Berangkat dari jam sembilan pagi, tau-tau sampai rumah jam sembilan malam karena lama nongkrong di TPS, lalu main futsal sampai malam, lalu baru inget kalo besok harus masuk lagi.
9. Mereka yang mau liburnya doang
Mau nomor X, Y, atau Z yang menang, terserah. Mereka yang cuma mau liburnya doang bisa dateng ke TPS bisa engga. Kalo udah di TPS pun bisa nyoblos, bisa engga. Siapa tau kan cuma pengen nongkrong, foto-foto dengan caption nasionalis, lalu langsung berangkat main futsal.
10. Mereka yang golput
Ada juga yang karena berbagai alasan golput, alias engga milih dalam pemilu. Beberapa alasannya sih bukan karena idealisme, tapi karena mager aja.
11. Mereka yang mendadak jadi pengamat politik
“Lo liat engga quick count di TV? Palsu banget deh hasilnya.”
“Dari 245 TPS, enam puluh persennya menangin calon Y. Gokil, doi pasti menang.”
“Gawat nih kalo calon Z sampai menang. Jakarta bisa-bisa dilanda demo gede-gedean.”
Wadaw! Situ punya ijazah S3 Politik sampai bisa memprediksi masa depan gitu?
12. Mereka yang termakan “Civil War”
Abis teori ala-ala si pengamat politik dadakan terposting di medsos atau ke grup chat, biasanya ada yang terpancing dan berdebat soal pilihan politik mereka. Dan, mendadak terjadilah semacam “Civil War” yang lebih enak ditonton sambil dicengcengin dalam hati. Kalo ikut posting namanya terpancing juga, dong.
13. Mereka yang engga ngerti apa-apa
Tipe selanjutnya adalah mereka yang engga ngerti apa-apa. Engga ngerti cara buka lipatan kertas suaranya, engga kenal calonnya, dan engga tau yang dipilih ini pemimpin kota, kabupaten, atau provinsi. Masih mending deh doi dateng walaupun pilihannya didapat dari hasil ngitung kancing. (sds)