Genmuda – Masih dalam acara Panggung Ruang Kreatif dari Galeri Indonesia Kaya, Kawan Muda. Sabtu (24/3), giliran kelompok Ali Dance Company yang tampil dengan pertunjukan tari berjudul Bala’ di ruang Auditorium Galeri Indonesia Kaya.
Pertunjukan dimulai sekitar pukul 15.00 WIB. Sejumlah pipa diatur dan membentuk huruf S di atas panggung. Sejalan dengan masuknya tiga penari, lampu auditorium mulai diredupkan. Ketiga penari kemudian berdiri di atas pipa untuk menyeimbangkan tubuh mereka.
Hampir 3 menit mereka diam di atas pipa diselingi oleh aransemen suara mesin pertambangan yang perlahan semakin mendekat dan nyaring didengar oleh penikmat seni. Setelah itu dua penari perempuan dan satu laki-laki itu bergerak dengan lincah di antara celah pipa yang telah dirangkai.
Tarian tersebut diambil dari filosofi burung kedidi yang bergerak lincah di atas pohon, melompat, bergetar, dan mengepak-ngepakan sayapnya. Penampilan sore itu semakin syahdu setelah iringan musik Dambus yang dimainkan oleh Sunarya Ley dan aransmen musik oleh Chuck dan Gloria Fisher.
Suara anak asli Bangka
Ide tari kontemporer tersebut muncul dari koreografer muda bernama Irfan Setiawan. Cowok yang menempuh studi di IKJ ini adalah putra asli Bangka Belitung. Doi lahir di Belinyu, Kepulauan Bangka Belitung 22 tahun silam.
Kepada penonton, Irfan mengaku jika ide pertunjukan ‘Bala: Restoration of Behavior’ muncul sejak tahun 2014 silam. Saat pulang kampung doi melihat ritual adat oleh masyarakat di tepi pantai, yaitu ritual ‘buang sial atau musibah’ dengan pensucian laut.
“Saat itu ada satu hal yang membuat saya terinspirasi. Di tepi pantai ada masyarakat dengan sangat khusyuk menjalankan ritual untuk mensucikan laut. Tapi di laut itu sendiri aktivitas pertambangan timah terus berlangsung.” kata Irfan.
Menurutnya kenyataan tersebut sangat ironi. “Masyarakat berpikir bencana (ikan semakin jarang) itu karena nenek luhur mereka, tapi mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya kapal-kapal pertambangan itulah yang menghancurkan laut itu sendiri,” tambahnya.
Bukan isu lingkungan doang
Walaupun tarian burung kedidi erat dengan lingkungan. Namun Irfan mengaku bahwa Bala’ gak ingin mendalami isu lingkungan, melainkan menyentik perubahan sikap dari masyarakat.
“Karena sebelum pertambangan aktif, masyarakat di sana berkebun lada, dan saat itu banyak nilai adat yang berlaku. Dan ketika masyarkat dilegalkan menambang, nilai-nilai itu tidak berlaku lagi. Itulah alasan saya memilih judul Restoration of Behavior.” pungkasnya.
Sikap masyarakat masyarakat yang ‘masa bodo’ itupun ikut juga dirasakan oleh ketiga penari pada pementasan itu, yakni Alisa Soelaeman, Densiel Enci Lebang, dan Eyi Lesar. Saat ditanya oleh salah satu penonton, Alisa mengaku bahwa sikap masa bodo di Bangka gak jauh berbeda dengan pola orang Jakarta terhadap nilai-nilai budaya mereka yang mulai luntur.
FYI, Ali Dance Company merupakan salah satu dari 10 kelompok seni yang terpilih dari program Ruang Kreatif: Seni Pertunjukan yang diselenggarakan Galeri Indonesia. Panggung Ruang Kreatif sendiri dimulai sejak tanggal 3 Maret – 1 April 2018.