Genmuda – Sejarah dunia mencatat nama Winston Churchill adalah sosok politisi keras kepala, unik, nyentrik, pintar orasi, dan penuh kontroversi. Berkat kepiawaannya, ia berhasil menjadi tokoh paling berpengaruh dalam peristiwa Perang Dunia Kedua. Saat Inggris dan sekutunya mulai terpojok oleh Jerman, Winston dipercayai menjadi Perdana Menteri (PM) dalam periode sulit di Negeri Ratu Elizabeth.
Sekelumit cerita politisi itu yang jadi cerita utama film biografi terbaru karya sutradara “Pride & Prejudice” (2005), Joe Wright, dalam “Darkest Hour.” Walau udah lebih dulu tayang di Amerika bulan lalu, namun filmnya baru akan tayang di Indonesia mulai tanggal 13 Desember 2018 untuk slot midnight, dan secara serempak mulai tanggal 19 Januari 2018.
Terus seseru apa ya filmnya? Langsung aja baca review lengkap berikut ini, Kawan Muda!
Inggris melewati masa-masa sulit
Bulan Mei 1940, Churchill (Gary Oldman) dilantik menjadi PM Inggris menggantikan Neville Chamberlain (Ronald Pickup) yang memilih mengundurkan diri. Peristiwa itu kemudian ditandai dengan pidato pertama Churchill yang berupaya memberikan harapan dan inspirasi kepada pihak Inggris yang saat itu mengalami krisis di wilayah Dunkrik.
Tak lama setelahnya, gejolak politik semakin memanas di Eropa. Prancis sebagai sekutu terkuat Inggris terdesak oleh serangan tank darat milik Jerman. Churchill segera membentuk pemerintahan koalisi dan memilih langkah diplomatik atas desakan Kabinet Perang. Sayang, sifat Churchil yang ‘ceplas -ceplos’ dan suka meracu, menjadikan rekan politik dalam partainya menentang balik, tak terkecuali mantan PM Chamberlain dan menteri luar negeri saat itu, Lord Halifax (Stephen Dillane).
Film biografi terbaik di tahun 2017
Terlepas kritikan lawan politik dan hilangnya dukungan partai, PM Inggris yang pernah menerima Nobel Literasi itu tetep didukung oleh orang-orang terdekat mulai dari istrinya Clementine (Kristin Scott Thomas), sektretaris pribadinya, Elizabeth Layton (Lily James), hingga dukungan dari Raja George VI (Ben Mendelsohn) yang sebelumnya lebih mendukung Halifax menjadi pengganti Chamberlain.
Setali tiga uang, alur cerita film yang lurus mampu menawarkan sisi lain Winston Churchill dalam upaya mengikuti perjanjian damai yang dinegosiasikan oleh pihak Jerman atau memilih bertahan untuk memperjuangkan cita-cita dan kebebasan bangsa Inggris. Di tengah kemelut, doi berhasil menyelamatkan 300 ribu lebih tentara Inggris di Dunkirk, sekaligus berusaha menggalang dukungan dari partai oposisi hingga masyarakat sipil.
Beberapa kejadian sejarah yang berlangsung selama satu bulan itu terbilang mulus digambarin sama Wright, doi bisa ngemas film biografi menjadi lebih menghibur dan enggak ngebosenin, walau gak sedikit juga ada dialog-dialog yang berat.
Namun sebagai penonton, kamu kemungkinan besar bakal dibikin kagum oleh film ini, sekalipun kamu enggak terlalu suka film drama biografi, atau mungkin enggak pernah ngikutin pelajaran sejarah Winston Churchill sewaktu sekolah dulu. He-he.
Akting ‘maksimal’ Gary Oldman
Keberhasilan Gary Oldman memerankan tokoh Winston Churchill emang gak bisa disangkal. Lewat sentuhan makeup wajah tirus sang aktor berubah menjadi lebih bulat dan badannya menjadi gemuk. Sekilas kamu pasti bakalan pangling sama wajah asli pemeran Inspektur Gordon di trilogi film Batmannya Christopher Nolan itu.
Selain dari segi penampilan, Oldman secara mantap menirukan logat khas Churchill saat berpidato, lengkap dengan celetukan sinisme sang politisi yang kadang memancing tawa penonton. Semua itu semakin pas oleh dukungan beberapa ‘kebiasaan kecil’ sang politisi mulai dari hobinya menghisap cerutu, mengoreksi pidatonya sendiri, menggerakan jari saat tegang, hingga mendikte juru ketik saat menuliskan pidato maupun mengirim telegram. Semua terlihat totalitas dilakuin sama Oldman.
Lewat penilaian Genmuda.com di atas, wajar banget kalo doi berhasil menyabet penghargaan Best Actor in A Motion Picture Drama di Golden Globe Award 2018. Dan gak menutup kemungkinan jika perannya sebagai Winston Curcil juga menjadi kandidat kuat dalam persaingan aktor terbaik di ajang Piala Oscar tahun ini.
At least but not least, “Darkest Hour” mungkin layak menjadi salah satu film biografi Wiston Churchill terbaik yang pernah dibuat. Semua itu gak lepas dari kedalaman naskah garapan Anthony McCarten, serta perpaduan sinematografi Wright yang menjadikan jalan ceritanya sangat padat tanpa harus banyak menggambarkan adegan perang di Dunkrik, —yang udah berhasil digarap oleh Nolan. Kalo kamu penasaran langsung simak cuplikan trailernya di bawah!