Genmuda – Ngejalanin passion sebagai kerjaan ada kalanya engga mudah. Tapi, Godham Eko Saputro berhasil ngebuktiin bahwa kuncinya ada pada konsistensi guys.
Sebagian Kawan Muda yang kuliah di jurusan DKV atau yang nekunin bidang desain grafis mungkin udah pernah dengar nama Godham. Lelaki berusia 29 tahun itu adalah Ketua AIDIA cabang Semarang dan juga seorang dosen di Universitas Dian Nuswantoro (UDINUS).
Namun demikian, sebelum sampai di tahap karirnya yang sekarang, Godham sebenarnya harus ngelaluin serangkaian proses yang engga singkat. Bahkan, proses tersebut udah dimulai dari saat dirinya masih kecil. Berikut ini adalah kisah Godham dan perjalanan karirnya:
Genmuda: Halo Mas Godham, gimana awal mula bisa tertarik ke desain grafis?
Godham: Jadi gini, kalau orang yang desain grafis itu rata-rata dari kecil dasarnya memang suka menggambar. Hobi seperti itu yang istilahnya saya pengen banget kalau saya udah kerja bisa jadi profesi. Ketika saya sekolah di SD, SMP, SMA, engga ada yang khusus, jurusan kalau engga IPA, IPS, ya Bahasa. Di Jogja itu dulu ada Sekolah Menengah Seni Rupa, tapi waktu itu saya engga dibolehin sama orang tua.
Saya pengen kuliah jurusan Seni Rupa dan Desain, kalau engga ITB yang ISI Jogja. Dapatnya dulu ISI Jogja dan dari situ saya bisa benar-benar bisa eksplor banget. Saya udah ngerasa passion saya di desain, jadi saya harus total. Dari situ, saya belajar dan akhirnya dari hobi bisa jadi profesi.
Genmuda: Jadi, orang tua sempat engga setuju kalau Mas Godham pengennya ke desain grafis?
Godham: Betul. Ayah saya ‘kan perwira polisi, jadi pengennya saya jadi polisi. Kalau ibu saya lebih ke silakan kalau saya senang dan minat bakatnya ke desain, kenapa engga? Akhirnya, dibantu ibu saya, saya bisa diijinin sama ayahku ke ISI Jogja.
Dulu ngeyakinin orang tua itu yang susah, apalagi setelah kelas 3 SMA saya harus segera menentukan mau masuk ke mana. Tapi, sampai sekarang ayah saya udah bisa yakin. Maklum, dulu saya tinggal di Pemalang. Lingkungannya pengennya jadi pegawai, kalau engga polisi ya tentara.
“Saya bilang engga apa-apa lah saya cari jalan sendiri.”
Genmuda: Tapi, berarti Mas Godham sadar kalau passion-nya di desain itu pas di SMA?
Godham: Engga. Kalau gambar ‘kan dari TK udah kelihatan. Cuma, waktu itu prosesnya belum segamblang sekarang. Profesi desainer grafis, animator, atau game designer saya belum tahu prospeknya kayak apa, jadi ketika ditanya orang tua engga ngerti.
Di SMA saya ketemu Om, terus disarankan kuliah desain grafis. Akhirnya saya tahu desain grafis itu seperti apa. Waktu saya SMA di 2002 internet belum booming dan saya cari referensi kuliah seperti itu belum ada. Saya dibantu Om-ku cari referensi kuliahnya.
Genmuda: Dengan internet dan industri desain grafis yang saat itu belum booming, apa tantangan dan kesulitan yang ngebedain dengan saat ini?
Godham: Intinya tantangan dan hambatan pasti ada. Tapi, saya yakin kalau kita senang rintangan apapun bisa saya terobos, dan saya bisa melalui itu. Memang tantangannya saya harus banyak belajar sama senior. Kalau hambatannya, ya orang-orang kadang nanya kenapa engga kayak orang tua aja yang udah jelas arahnya. Saya bilang engga apa-apa lah saya cari jalan sendiri.
Sampai akhirnya saya S2 dapat beasiswa di ITB dan kemudian bisa ngelamar jadi dosen jurusan desain komunikasi visual dan bisa ngajar sampai sekarang, itu juga mungkin karena saya tetap di passion saya. Jadi, akhirnya orang bisa tahu pembuktiannya seperti itu.
Genmuda: Sekarang ‘kan Mas Godham masih Ketua AIDIA Semarang. Itu katanya Mas kepilih gara-gara Mas dikenal sebagai Master DKV. Gimana ceritanya?
Godham: Intinya adalah kalau kita fokus sama satu hal orang akhirnya akan mengakuin bahwa kita ahli. Ketika orang masih mencari-cari saya tetap konsisten, berkembang, dan bikin karya. Saya juga sering ngasih seminar.
Saya engga mengklaim diri saya master atau apa, tapi biar orang lain yang bisa menilai seperti itu. Profesi desainer ‘kan engga berhenti sampai di situ dan harus tetap belajar, soalnya dunia desain berkembang terus.
Genmuda: Gimana prosesnya Mas Godham bisa jadi Ketua AIDIA?
Godham: Jadi waktu dulu saya masih S1 saya dosen freelance dan tergabung dalam Forum Desain Grafis Indonesia (FDGI) di 2010. Kemudian, FDGI vakum dan bertransformasi jadi Asosiasi Profesional Desain Komunikasi Visual Indonesia (AIDIA). Saat itu mau ada deklarasi pemilihan ketua dan saya diundang.
Sebenarnya yang dikandidatkan dari kampus saya itu namanya Pak Andang, –yang udah senior dan pengalamannya banyak. Tapi, beliau berhalangan, jadi saya yang disuruh maju dan engga tahu kenapa banyak yang milih saya. Mungkin karena passion saya dan saya udah lama berkecimpung juga, jadi bisa membawa perubahan. Setelah kepilih, berarti saya harus maksimal karena kepemimpinanku ini ‘kan selama tiga tahun dari 2015 sampai 2018. Saya harap bisa membantu.
Genmuda: Terus, sebagai dosen, menurut Mas gimana perkembangan jurusan DKV dan potensi Generasi Muda sekarang?
Godham: Kalau di kampusku [UDINUS] sendiri, mahasiswa setiap tahun semakin banyak yang mendaftar. Itu dimulai dari tahun 2007, sampai tahun kemarin ada lima kelas. Perkembangannya itu bagus, dalam artian banyak anak muda udah senang dunia kreatif. Itu berarti tugas saya dan teman-teman untuk mengarahkan anak muda ini supaya bisa menjadi seorang profesional di bidang desain.
Cuma, saya takutnya dengan banyaknya mahasiswa seperti itu, akan jadi bumerang juga. Dulu profesi insinyur itu sangat keren, tapi ketika udah jenuh bisa ke titik nadir. Artinya, engga semua lulusannya jadi insinyur dan kerja di bidangnya. Jadi, mahasiswa memang harus total belajar sesuai jurusannya.
Genmuda: Kenapa Mas tertarik jadi dosen, padahal kalau bikin proyek sendiri atau ngerjain proyek orang karir Mas mungkin bisa lebih ngejanjiin?
Godham: Waktu itu saya sebenarnya engga pengen jadi dosen dan lebih senang freelance. Tapi, saya ditawari teman buat ngajar. Waktu itu ngajarnya freelance di dua tempat, di DKV UNIKA dan UDINUS. Kemudian, saya ditawari Kepala Prodi DKV UDINUS untuk S2. Saya coba dan Alhamdullilah keterima.
Nah, karena beasiswa pemerintah, jadi timbal baliknya saya harus ngajar. Cuma, setelah lulus saya ngajar di salah satu kampus [UDINUS] biar lebih fokus, Alhamdulillah kemarin berhasil mendapatkan akreditasi A.
Genmuda: Mas ‘kan juga bikin game Simulasi Aman Berkendara. Itu gimana awal mulanya?
Godham: Itu juga berkaitan waktu S1 saya lebih ke desain branding/logo, belum sampai ke teknologi banget. Ketika keterima di ITB, jurusannya tetap Master Desain, tapi konsentrasi ke Game Technology. Itu berarti saya harus belajar lagi, engga cuma di kampus tapi juga nongkrong dengan anak kampus lain. Akhirnya, tesisnya pun bikin game.
Genmuda: Lantas, kenapa game-nya tentang Simulasi Aman Berkendara?
Godham: Yang pertama saya senang otomotif. Dulu waktu S1 di Jogja saya sering kumpul-kumpul sama komunitas sepeda motor. Kemudian, waktu touring saya pernah kecelakaan dan kaki saya patah. Dari senang otomotif, saya juga senang main game-nya, yang isinya pasti balapan semua. Itu bagus, secara game asyik. Tapi, yang membahayakan adalah kalau saya terinspirasi seperti itu dijalan.
Dari situ, game saya akhirnya tentang aman berkendara. Dapat poinnya dari engga ngebut-ngebutan, tapi dari mematuhi peraturan lalu lintas. Game yang saya buat memang mengedepankan edukasi, harapannya dapat menekan angka kecelakaan lalu lintas via media game.
Genmuda: Berapa lama proses pembuatannya? Seperti apa trial and error-nya?
Godham: Bikin game-nya sebenarnya cepat. Kalau udah bikin karakter dan bikin coding-nya, paling enam bulan jadi. Yang bikin lama itu adalah riset. Saya benar-benar ke Bandung dan Jakarta. Saya pengen game-nya benar-benar nyata kayak apa yang jadi masalah di Indonesia. Contohnya adalah lampu merah dilanggar, trotoar diterobos, dan angkot sering ngetem di jalan. Di versi selanjutnya saya harap ada peraturannya dulu soal perlengkapan berkendara.
Genmuda: Kalau engga salah setelah bikin game Simulasi Aman Berkendara Mas dapat kontrak sampai ratusan juta ya?
Godham: Itu berkah. Game saya sering diulas majalah otomotif dan koran-koran setempat. Akhirnya, salah satu perusahaan otomotif besar ngelirik dan ngontrak saya. Yang saya bantu bukan murni dari game saya, tapi lebih ke teknologi motor yang akan digunakan. Ini masih berkembang, lebih ke multimedia interaktif.
Genmuda: Di Indonesia beberapa waktu yang lalu ‘kan sempat booming game Tahu Bulat. Gimana menurut Mas?
Godham: Itu konsepnya lucu. Saya menghargain banget anak muda Indonesia yang berkreasi menggunakan konten lokal seperti tahu bulat. Tapi, dalam konsep saya, kalau kita berkarya kita sebaiknya tidak jadi pengekor, melainkan jadi pelopor. Konsepnya harus murni dari kita. Contohnya di Padang ada rendang, mungkin suatu ketika bisa ada game tentang bagaimana cara memasak rendang. Itu bagus, konten lokalnya dapat. Orang luar pasti lebih senang seperti itu.
Genmuda: Mas sendiri fokusnya engga cuma di game aja, tapi juga di bidang lain ya?
Godham: Saya seorang digitalpreneur (Wirausahawan di bisnis digital), jadi selain game, saya juga mengerjakan beberapa proyek pemerintah seperti: Film animasi COE untuk PDAM, E-Kios untuk Dinas pendidikan khusus, sedangkan untuk industri saya mengerjakan ATM (Anjungan Teknologi Mandiri) untuk salah satu perusahaan otomotif, interactive billboard, fair play poker, dan di bidang akademik saya dan dua teman dosen lainnya bikin namanya komik digital tentang aman berkendara, itu penelitian yang didanai oleh DIKTI, dan mading digital untuk roadshow ke 40 sekolah. Selain itu, biasanya saya jadi juri dan pembicara di seminar dan lokakarya, engga jauh-jauh dari bidang seni, desain, dan multimedia deh pokoknya.
“Profesi itu tetap harus diperjuangkan.”
Genmuda: Siapa tokoh yang jadi idola atau inspirasi Mas?
Godham: Saya ngefans banget sama Mark Zuckerberg sang pencipta Facebook. Saya suka konsepnya yang mengembangkan aplikasi dari yang awalnya untuk teman-teman sekolahnya sampai ke seluruh dunia. Tapi, kalau desainer, saya lebih ngefans ke Andy Warhol sang ikon budaya pop. Dari ucapan dan tindakannya, dia bisa menginspirasi banyak orang. Untuk ilustrator saya mengidolakan Wedha Abdul Rasyid, yang dikenal sebagai pencipta aliran WPAP (Wedha’s Pop Art Potrait).
Genmuda: Lantas, kenapa Mas bisa bertahan di industri desain grafis ini? Apa prinsip Mas?
Godham: Intinya hidup itu untuk passion. Passion harus kita perjuangkan terus karena itu adalah bahan bakar kita untuk terus berkembang. Kalau hobi dibayar ‘kan pasti senang. Jadi, sekaligus menularkan virus inovasi ke orang lain.
Genmuda: Selama 12 tahun berkecimpung, ada engga sih hal yang masih suka orang salah kira tentang Mas dan profesi Mas?
Godham: Yang salah kira itu profesi desain grafis kurang mapan dalam artian apa yang sebenarnya dikerjakan. Terus, orang juga berpikir bahwa engga perlu sekolah desain, belajar saja dari buku atau internet. Saya harus menepis bahwa itu beda, kalau kita sekolah kita bisa lebih maksimal dengan lingkungan yang mendukung.
Profesi itu tetap harus diperjuangkan. Salah satu hal yang membuat saya sedih adalah profesi desainer grafis itu belum tercatat di passport. Ini kenapa kita harus perjuangkan lewat asosiasi. Selain itu, sama klien kita juga mungkin sering diremehin, dalam artian di MoU misalnya revisi cuma dua kali tapi akhirnya malah jadi banyak banget. Terus, bikin branding/logo dikiranya mudah, padahal ‘kan lama karena harus terkonsep dulu dan itu adalah sebuah nyawa dari sebuah perusahaan atau produk.
Genmuda: Nah, terkait klien, gimana Mas mengatasi berurusan dengan klien yang suka engga sesuai MoU?
Godham: Ya kalau masih dalam artian revisi-revisi kecil engga masalah. Tapi, kalau revisinya hampir 100%, apalagi bikinnya kayak model 3D, maka biasanya saya bikin penawaran budget lagi.
Genmuda: Buat selanjutnya, bakal ada proyek apa lagi nih Mas? Atau, masih ada engga mimpi Mas yang belum tercapai?
Godham: Yang pertama, komik digital. Itu ‘kan masih saya kembangkan, kalau selesai saya mau punya akun di Instagram dan platform lain buat komik tersebut. Yang kontrak dengan perusahaan otomotif juga masih bisa dikembangkan lagi. Yang lain-lain masih seputar branding dan ilustrasi yang saya kerjakan.
“…intinya kalau punya passion itu harus diperjuangkan, walau mungkin dari awal lingkungan kurang mendukung.”
Genmuda: Terakhir, apa pesan Mas buat Kawan Muda yang pengen terjun ke bidang desain grafis?
Godham: Buat teman-teman DKV atau mungkin jurusan lain, intinya kalau punya passion itu harus diperjuangkan, walau mungkin dari awal lingkungan kurang mendukung. Jaman sekarang udah dimudahkan dengan teknologi. Atau mungkin ada idola yang sukses di bidang itu, dapat dilihat tips n trick-nya. Terus, kalau udah yakin di passion-nya, kalau bisa masuk ke sekolah formal sembari banyakin pergaulan di komunitas dan asosiasi. Jadi, selain berkarya, nanti kelak juga bisa sharing.
(sds)