Genmuda – Sutradara Zack Snyder serta penulis naskah Joss Whedon dan Chris Terio keliatan hadapi tantangan besar dalam bangun chemistry antar karakter Justice League. Hasil akhirnya terbilang positif berkat berbagai eksperimen kreatif.
Tiap superhero yang tergabung dalam kelompok itu munculin karakter terdalam masing-masing. Kerjasamanya berkembang hingga akhirnya ngasih makna tersendiri bagi tiap superhero. Perkembangan itulah yang bikin “Justice League” layak ditonton.
Sensasi menontonnya enggak kayak film-film DC terdahulu, apalagi kayak film DC tahun 2000-an yang dark banget kayak Trilogi “The Dark Knight” (2005-2012). “Justice League” lucu tapi juga haru. Menyenangkan tapi juga menakutkan. Manis tapi juga pahit. Bingung kan?
Dimulai dengan penuh aksi
Batman (Ben Affleck) membuka film dengan aksi otot dalam menggagalkan tindak kriminal, sekaligus muter otak demi mecahin misteri yang lebih besar. Tiap gerakannya nyeremin selayaknya makhluk malam yang ditakutin. Pemecahan misteri itu ternyata datang sendiri dalam bentuk parademon, alien bersayap serangga yang dia buru keliling Gotham.
Ratusan kilometer dari kota sarang kriminal itu, Wonder Woman (Gal Gadot) seimbangin hidupnya antara pegawai museum dan pahlawan super. Sebagai keturunan dewa sekaligus pewaris takhta Peradaban Amazonia, dia juga harus jawab panggilan pertolongan kampung halaman yang diamuk parademon dan pemimpinnya, Steppenwolf (Ciaran Hinds).
Nasib serupa juga menimpa Aquaman (Jason Momoa). Pewaris takhta Peradaban Atlantis sekaligus penguasa lautan dan seisinya itu harus bantu kampung halaman dari serangan parademon. Akan tetapi, upaya para pewaris takhta peradaban kuno itu gagal. Parademon berhasil nyuri dua artefak pemanggil hari akhir, Mother Box.
Tinggal satu artefak tersisa. Benda sakti itu untuk sementara ada di tangan Cyborg (Ray Fisher), superhero yang kekuatannya berasal dari benda berbahaya yang dia jaga. Superman (Henry Cavill) pun pada akhirnya ngerasain enak-gak enaknya kekuatan artefak sakti yang sedang diburu parademon tersebut.
Maka, semua superhero yang pengen selamatkan bumi dan berburu alien akhirnya bersatu. Satu anak bawang juga ikut. Dia adalah The Flash (Ezra Miller), si anak awkward penguasa Speed Force yang gabung cuma biar punya temen main. Tapi, misi kali ini gak main-main. Soalnya, mereka harus berhadapan sama pemimpin parademon yang merupakan pembawa hari akhir.
Tiap tokoh nunjukin karakter terdalamnya
Meski Justice League terbentuk atas inisiatif Batman, bukan berarti kepribadian superhero yang punya masa kecil kelam itu berubah jadi seneng ngobrol. Batman tetaplah Batman yang pendiam dan berpemikiran sangat logis, sampe dibilang gak punya perasaan.
Dia rela lakuin apapun asalkan misinya tercapai, termasuk jadi orang paling dibenci rekan satu tim, apalagi jadi pion buat dikorbanin. Itu semua supaya Wonder Woman bangkit dari keterpurukan akan kematian sang pacar waktu Perang Dunia I, Aquaman mengesampingkan keegoisannya, Cyborg makin percaya diri, dan The Flash makin bertanggung jawab.
Bener kata quotes soal Batman, “He’s the hero we deserve, but not we need right now” (Batman lah pahlawan yang pantas bagi manusia, tapi lagi gak dibutuhin saat ini). Soalnya, the world need Superman untuk melawan Steppenwolf.
Jokes yang (bisa jadi) lucu
Lain dari film-film “Avengers” yang mengutamakan jokes lisan, “Justice League” nawarin jokes yang bertumpu pada adegan lucu, ekspresi komikal, dan ceng-cengan receh. The Flash lah sorotan utama pada tiap adegan becanda yang menyeret-nyeret Cyborg, Aquaman, Wonder Woman, termasuk Batman dan Superman.
Becandaan macam itu mungkin enggak begitu disukai bagi penggemar stand up comedy. Namun, penggemar Mr Bean, meme jokes receh, dan film-film sitkom pasti terhibur. Alfred Pennyworth (Jeremy Irons) satu-satunya karakter yang cuma becanda secara lisan melalui comeback nyinyir.
Sayangnya film ini cuma kurang satu aspek yaitu alur narasi, dialog protagonis, monolog antagonis, dan plot “Justice League” terasa datar-datar banget. Target menang Piala Oscar mungkin ketinggian. Tapi, target menang di hati para movie goers sangatlah realistis berkat chemistry unik antar superhero. Gitu, gengs!