Sabtu, 2 November 2024

Genmuda – Film “Happy Death Day” bisa dinilai lewat dua sisi. Yaitu, dari sudut pandang yang ngeliat film thriller 17 tahun ke atas ini ngejual buka-bukaanAtau, dari sudut pandang yang bilang, karya Sutradara Christopher Landon ini penuh pesan tersirat soal kehidupan.

Serius. Dua sudut pandang itu sah-sah aja karena film berdurasi 96 menit itu nyeritain cewek kuliahan penggila pesta yang tewas dibunuh pada hari ulang tahunnya, namun hidup lagi untuk mengulang hari yang sama di tanggal yang sama. Mirip “Edge of Tomorrow” (2014).

Ditambah adegan ngagetin dan bikin suspense, film ini aman. Pemilik dua sudut pandang itu bisa nikmatin filmnya, paling engga sebagai film horor biasa. Biar kamu engga begitu penasaran, nih sinopsis dan review singkat ala Genmuda.com.

Protagonis paling menyebalkan

Via: collider
(Sumber: Istimewa)

Tree Gelbman (Jessica Rothe) terbangun di kamar asrama cowok bersamaan dengan lonceng sekitar pukul 10 pagi. Pemilik kamarnya yang kikuk, Carter Davis (Israel Broussard) berbasa-basi selayaknya tuan rumah yang menyapa tamu, namun ditepis sama kelakuan bitchy Tree.

Tree balik ke asrama cewek untuk ganti pakaian lalu kuliah. Meski kondisinya masih mabuk bekas pesta semalem, Tree bisa perhatiin berbagai peristiwa di sekitarnya, mulai dari panitia organisasi pecinta alam, inisiasi anak baru, hingga gebetannya yang nyebelin.

Sifat bithcy Tree makin keliatan di asramanya. Doi nyuekin temen penikmat K-Pop yang menyapa, lalu pura-pura ramah sama kepala geng asrama cewek, dan yang paling nyebelin adalah membuang kue ulang tahun pemberian temen sekamarnya.

Ketika malam datang, Tree mau pesta lagi di asrama cowok bersama geng cowok populer. Dalam perjalanan ke lokasi, dia disekap seorang berjaket hitam yang wajahnya tertutup topeng maskot kampus.

Tree yang gak bisa ngelawan tewas ditusuk, namun terbangun lagi di asrama cowok yang sama, bertepatan dengan lonceng yang sama, di hari yang sama, pada tanggal yang sama, dan menjalani keseharian dengan detil sama pula.

Tiap kali terbangun di hari yang sama itu pula, kesehatan Tree terus memburuk secara perlahan. Kamu yang paling benci rutinitas pasti ngerasa ada kesamaan antara kehidupan fantasi Tree dengan kenyataan di dunia.

Perkembangan karakter yang menarik diikuti

(Sumber: Istimewa)

Tiap mengulang hari karena tewas terbunuh, Tree merenungi nasib yang kemudian mengubah kepribadiannya sedikit demi sedikit. Awalnya, dia panik seperti yang semua orang kira. Lalu, bodo amat sama hidup karena toh dia akan hidup lagi di hari yang sama.

Hingga akhirnya, dia mengenali diri sendiri, menemukan sumber emosi yang membuatnya jadi bitchy, lalu bertekad memperbaiki diri. Dia juga makin bersedia mendengar cerita orang lain dan mulai memahami temen-temen terdekatnya.

Tahap perubahannya gak sedramatis Pangeran Zuko seperti dalam serial “Avatar: The Legend of Aang” (2005-2008), sih. Tapi, tetep enak dinikmati daripada gak ada dinamika sama sekali.

Perubahan itu bikin penonton yang awalnya benci banget sama Tree berakhir jadi jatuh cinta. Terlebih, karena kameramennya pinter nyari momen bagus untuk merekam close up ekspresi manis Jessica Rothe. Ahhh, seandainya momen itu tak berakhir.

Detil yang juga bisa dipandang dari dua sisi

Via: collider
(Sumber: Istimewa)

Di tengah banyak hal filosofis yang dijejalkan sang sutradara dan penulis naskahnya, Scott Lobdell, tim produksi terlalu tipikal dalam ngegambarin kehidupan anak-anak kampus.

Misalnya, gini. Anak-anak kampus digambarkan rajin berselingkuh, lalu saling back stab, dan yang paling menyebalkan adalah tentang musik. Lagu “Ophelia” karya The Lumineers diputer di asrama cewek, seolah bilang kalo anak kampus tuh sehipster itu.

Namun, keberadaan lagu “Ophelia” juga bisa dipandang dari sisi tersirat. Salah satu temen Tree akan bernasib seperti Ophelia, salah satu karakter cewek dalam teater “Hamlet” karya sastrawan legendaris Inggris, William Shakespeare. Sama kayak apa? Nonton aja “Happy Death Day!”

Satu kritik

Kritik dari Genmuda.com buat film ini cuma satu tapi fatal. Film ini sama sekali gak ngejelasin kutukan waktu berulang yang menimpa Tree dateng dari mana. Tau-tau, dia datang dan pergi gitu aja, seolah mengulang hari adalah hal biasa.

Jadi, gimana menurut kamu, gaes? Apakah film thriller ngangetin ini lebih cocok dibilang jualan buka-bukaan atau emang banyak pesan tersiratnya? Tonton aja deh biar gak penasaran. Oh, satu yang kelupaan. Hati-hati. Kamu bisa trauma mendengar suara lonceng. Hihihihihi.

Our Score

Comments

comments

Charisma Rahmat Pamungkas
Penulis ala-ala, jurnalis muda, sekaligus content writer yang mengubah segelas susu cokelat hangat menjadi artikel.