Nurfadli Mursyid Buktiin Bahwa “Ada Banyak Jalan Menuju Roma” dengan Komik ‘Tahilalats’
Genmuda – ‘Tahi lalat’ bukan cuma ada di kulit tapi juga ada di komik Instagram. Ah, intermezzo penulisnya aja nih biar tulisannnya panjang. Nah, kalo Kawan Muda lagi mau cari yang lucu-lucu, baca aja komik “Tahilalats” biar bisa ngakak-ngakak, sebel, penasaran seharian.
Eniwei, kamu pasti tau kan kalo kreator “Tahilalats” adalah Nurfadli Mursyid, cowok kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, 19 Agustus 1993. Doi adalah anak kedua yang diapit kakak dan adek cewek. Hobi gambarnya udah terpupuk sejak TK.
Sejak saat itu pula doi suka ngeliatin gambarnya ke temen-temen dan bikin ngakak satu kelas. Setelah doi ‘mengenal’ teknologi, karyanya diupload ke media sosial sehingga akhirnya bikin ngakak netizen satu Indonesia.
Bahkan, beberapa komiknya juga sampai ada yang masuk halaman trending situs becandaan 9gag. Buat mengikuti selera netizen yang ternyata sekarang berasal dari negara lain, doi pun sering nerjemahin komik Tahilalats pake Bahasa Inggris terus disebarin ulang sama netizen luar negeri.
Genmuda.com pun akhirnya ngobrol-ngobrol langsung sama Fadli dan menguak beberapa rahasia masa kecilnya, cita-cita, orang tua yang paling galak, dan asal-muasal kenapa tahi lalat versi doi harus “Tahilalats.” Penasaran? Cek aja di bawah ini:
Genmuda: Waktu kecil, siapa yang paling suka ngomel saat lo kebanyakan gambar?
Fadli: Bokap dan nyokap sama-sama ngomel kok kalo gue keliatan jarang belajar. Meski diomelin kayak apa juga, gue tetep aja ngegambarin buku tulis sekolah. Hampir semua sisi belakang bukunya penuh gambar gue. Namanya juga anak-anak.
Tapi aslinya, bokap tuh lebih diem dan nyokap yang suka ngomel, apalagi kalo rumah berantakan. Biasa lah, kondisi seperti itu juga hampir ada kan di setiap keluarga.
Genmuda: Apa yang lo gambar di buku itu?
Fadli: Macem-macem. Kebanyakan sih bikin gambar bercerita. Kenapa gambar bercerita ? Karena waktu itu gue engga tau yang namanya komik. Ceritanya berasal dari temen-temen gue aja dan pada akhirnya mereka juga yang baca buat lucu-lucuan di kelas.
Genmuda: Berarti, lo diomelin terus dong sampai sekarang?
Fadli: Pastinya engga, lah. Pada akhirnya, bokap-nyokap memahami hobi itu dan bilang bahwa gue cocok banget jadi arsitek. Gue mikir, ‘wah keren juga ya kalo bisa gambar dan ngerancang bangunan gitu.’ Sejak saat itulah gue bercita-cita jadi arsitek. Karena itu juga gue masuk jurusan arsitektur SMK Negeri 2 Parepare.
Genmuda: Kenapa kuliahnya harus pindah jurusan ke Teknik Sipil?
Fadli: Nah, itu karena guru gue. Bukannya nyalahin sih, tapi guru gue itu yang nawarin kalo gue bisa kuliah Teknik Sipil Politeknik Negeri Ujung Pandang tanpa tes. Beliau bilang, pelajarannya hampir sama dengan ilmu arsitek. Karena pada dasarnya males bulet-buletin jawaban ujian lagi, gue langsung masuk aja deh.
Setelah gue jalani, ternyata pelajarannya lain banget. Isi kuliahnya cuma matematika dan fisika doang. Buset. Kalo lagi bete di kelas, ujung-ujungnya gue bakal bikin semacam karikatur dosen itu dan gue tunjukin ke temen buat lucu-lucuan.
Akhirnya gue mikir, daripada pelajaran engga ada yang masuk dan gue lulus tanpa bawa apa-apa, mending gue fokusin ngegambar aja. Terus, gue langsung bikin-bikin komik lagi seperti waktu TK-SMK dulu.
Genmuda: Selain dengan cara itu, cara apalagi yang lo tempuh buat mengasah kemampuan bikin komik?
Fadli: Gue ikut beberapa komunitas, salah satunya Parepare Online Community. Kebanyakan anggotanya merupakan anak desain grafis. Kalau engga salah, gue gabung sekitar 2011 atau 2012 dan langsung bikin website berbasis blogspot buat nerbitin karya-karya gue.
“… Jadi gitu deh, dibuatnya karena keengga jelasan. Hahaha.”
Genmuda: Apa nama situsnya?
Fadli: Tahilalats.blogspot.com, tapi sekarang Tahilalats.com aja.
Genmuda: Kenapa sih harus Tahilalats?
Fadli: Penamaan blog itu terpinspirasi banget dari blognya Bena Kribo. Doi jadi diinget karena namanya mirip sama ciri fisiknya waktu itu, ‘kribo.’ Pengen kayak gitu, gue mencari-cari ciri fisik gue yang bisa jadi semacam trade mark.
Eh, ini ada tahi lalat keliatan banget nih di muka gue. Yaudah gue namai blog itu ‘Tahilalats’ tanpa “Lik” atau “Fadli,” supaya sama-sama dua kata seperti Bena Kribo.
Tapi domain tahilalat.blogspot ternyata udah ada yang pakai waktu itu. Terus, gue tambahin huruf “S” aja, jadinya Tahilalats.blogspot. Eh engga taunya bisa. Jadi gitu deh, dibuatnya karena keengga jelasan. Hahaha.
Genmuda: Jadi, nama panggilan lo bukan Tahilalats?
Fadli: Bukan. Sama sekali bukan. Temen-temen justru manggil gue “Lik.” Asal-muasal panggilan itu engga tau dari mana. Mungkin karena nama gue Fadli, dipanggil “Fad” engga enak, jadi dipanggil “Lik.” “Fadlik” gitu.
Genmuda: Selain kuliah salah jurusan dan ngisi blog, apalagi kesibukan lo waktu itu?
Fadli: Gue juga gabung ke organisasi Pers Mahasiswa yang nerbitin media Metanoiac, sekitar 2012. YOI! GUE JUGA BISA SERIUS. Hahaha. Setahun kemudian, gue ditawari kerja sebagai ilustrator komik media pendidikan Sulawesi, namanya Fajar Pendidikan. Para petingginya manggil gue karena tertarik sama komik-komik strip yang gue buat.
Genmuda: Kan karya lo diupload ke situs tuh. Lo bikin komiknya langsung secara digital atau manual dulu?
Fadli: Waktu awal-awal mengunggah ke medsos, gue masih katrok benget. Gue gambar dulu di kertas. Karena hasil jepretan ponsel gue burem kayak berembun, gue pinjem ponsel temen yang bagusan buat motret gambar gue. Abis itu, gue upload. Hahaha. Seribet itu.
Genmuda: Lo engga kepikiran buat scan gambar?
Fadli: Nah, itu! Gue aja baru tau soal scan-scan gambar dari temen. Hahahaha.
“Gue berpikir, alur cerita komik jauh lebih penting daripada alat-alat yang dipakai.”
Genmuda: Jadi, sampai sekarang ini lo bikin komik dengan cara gitu?
Fadli: Engga lah. Setelah kerja di media, gue mulai bikin komik dengan tablet dan pensil digital. Tangan gue agak kagok waktu pertama kali nyoba tapi sekarang udah terbiasa. Setelah lulus sekitar 2014, gue dipanggil kerja sama sebuah media kreatif di Jakarta. Di situ, gue jadi ilustrator juga dan makin mahir ngegambar secara digital.
Genmuda: Ada merk alat gambar manual dan digital favorit kah?
Fadli: Engga ada sih. Semua drawing pen, spidol, kertas, atau alat lain yang ada engga jadi masalah. Gue berpikir, alur cerita komik jauh lebih penting daripada alat-alat yang dipakai.
.
Genmuda: Kalau gitu, apa equipment gambar lo saat ini?
Fadli: Tabletnya pakai Wacom dan komputernya MacBook Pro.
Genmuda: Nah, sekarang saatnya kita ngomongin Tahilalats. Orang-orang bilang, gambar lo sangat mirip ilustrasinya “Adventure Time.” Memang, gambar lo terinfluence dari mana sih?
Fadli: Dari mana-mana, kok. Nathan Bulmer dengan komik “Eat More Bikes” dan Faza Meonk dengan komik “Si Juki” contoh komikus yang menginspirasi gue. Selain itu, gue juga liat “Cyanide and Happiness” di Explosm.net, komik-komiknya LoadingArtist.com, dan extrafabulouscomics.com.
Kartun “Adventure Time” juga termasuk salah satu influence buat gue, tapi komik yang gue buat sama sekali punya banyak referensi.
Genmuda: Lalu bagaimana proses lo ngebuat komik Tahilalats hingga terkenal seperti sekarang ini?
Fadli: Gue mengikuti saran temen-temen buat menguploadnya ke internet. Sejak 2011, sarana upload utama gue adalah blog Tahilalats itu. Pernah juga upload-upload ke forum macam Kaskus, tapi engga pernah jadi hot-trit.
Setelah gue tau Instagram bisa mengupload komik, kalo engga salah sekitar 2014, gue mulai banyakin posting di situ. Komik Tahilalats makin dikenal setelah beberapa kali di-repost, termasuk oleh salah satu akun repost yang banyak followernya. Lama-lama, seperti sekarang ini situasinya.
Genmuda: Eh, ngomong-ngomong, kenapa lo jarang gambar hewan di Tahilalats?
Fadli: Ya, karena komiknya nyeritain kehidupan manusia, kan.
Genmuda: Oke, terus kenapa hewan yang sering muncul adalah kucing dan serangga?
Fadli: Kalau kucing, karena gue suka kucing. Kalau yang serangga, karena kehidupan mereka bisa masuk waktu mau disangkut-pautin sama cerita tentang manusia.
Genmuda: Berapa banyak sih komik yang harus lo posting tiap minggunya di LINE WebToon?
Fadli: Di Instagram, tiap hari harus ada satu yang terbit. Di LINE WebToon, gue diminta bikin 4 komik, biasanya buat Senin-Kamis. Jadi, kira-kira seminggu bikin 11 komik.
Genmuda: Satu komik bisa dibuat dalam berapa lama?
Fadli: Proses ngegambarnya paling-paling hanya 10 menitan. Yang susah justru mencari ide supaya komiknya lucu bukan cuma buat gue doang, tapi buat semua pembaca.
Genmuda: Terus, gimana cara lo bagi waktu antara tanggung jawab ngisi medsos, WebToon, dan kerjaan lo sebagai ilustrator di salah satu media kreatif?
Fadli: Beberapa bulan terakhir, gue udah 100 persen fokus menekuni Tahilalats. Udah engga di mana-mana lagi. Buat bantu kerjaan gambar, gue merekrut satu orang.
Genmuda: Apa kriterianya kalo pengen gabung jadi komik Tahilalats?
Fadli: Engga ada, sih. Orang itu adalah kenalan gue yang passion ngegambar. Dia engga punya dasar ngegambar juga, kok, seperti gue. Tapi, dia mau berusaha terus.
“Gue suka semua masakan rumah yang nyokap masak.”
Genmuda: Sekarang, setelah Tahilalats booming, apa komentar orang tua?
Fadli: Mereka seneng, tapi bingung. Soalnya, mereka engga paham-paham banget sama media sosial, terutama Instagram. Tapi, mereka tau karya anak mereka ada di internet.
Genmuda: Kangen engga sama kampung halaman?
Fadli: Kangen, sih. Tapi tiap ada libur panjang gue suka pulang ke Parepare, kok.
Genmuda: Apa yang paling dikangenin dari nyokap?
Fadli: Hmm…. Omelannya dan makanannya. Gue suka semua masakan rumah yang beliau masak.
Genmuda: Kalo begitu, apalagi yang masih dikejar seorang Nurfadli Mursyid buat kembangin Tahilalats?
Fadli: Gue masih ngerjain naskah buku. Sejauh ini, naskahnya sudah selesai 50 persen. Sambil itu berlangsung, gue dan tim juga lagi ngegarap short cartoon Tahilalats buat di YouTube. Doakan aja keduanya bisa launch pertengahan 2017.
Well, sukses terus ya buat Fadli dan komik “Tahilalats.” Buat Kawan Muda yang kemarin udah ngasih “Q&A” buat Fadli di Instagram Genmuda.com, berikut reaksi doi begitu menjawab pertanyaan kalian. Tonton aja videonya di bawah ini ya:
(sds)