Sabtu, 2 November 2024

Genmuda – Film “One Cut of The Dead” jadi salah satu film yang ikut meramaikan Pekan Sinema Jepang 2018. Hadir sebagai genre horor, film ini justru punya cerita menarik dan sangat menghibur penonton.

Saat Genmuda.com hadir dalam pemutaran perdana filmnya beberapa waktu lalu, film ini terbukti berhasil bikin satu studio ngakak. Terus apa sih yang bikin film Jepang ini sukses meraih respon positif dari banyak kritikus dan pengamat film? Nih, baca dulu review Genmuda.com berikut ini!

Cerita di balik pembuatan sebuah film siaran langsung

via: CGV
(Sumber: Istimewa)

“One Cut of The Dead” menceritakan sebuah produksi film live broadcasting bertemakan zombie. Hisaragi (Takayuki Hamatsu) seorang sutradara frustasi karena aktris utama, Chinatsu (Yuzuki Akiyama) dianggap kurang bisa mengeluarkan ekspresi terbaiknya saat diteror oleh pacarnya, Ko (Kazuaki Nagaya) yang berubah menjadi zombie.

“Cut!” teriak Hisaragi. Sang sutradara meledak emosi dan menyuruh semua tim produksi beristirahat. Saat jeda syuting inilah mereka malah didatangi oleh zombie asli. Teror zombie pun dimulai, Chinatsu dibuat ketakukan, satu persatu kru film berubah menjadi zombie, sutradara asik merekam semua kejadian, hingga akhirnya Chinatsu membantai semuanya dengan kapak lengkap dengan adegan khas film-film slayer.

Semua adegan absurd dan konyol selama 37 menit tersebut selesai dan menjadi bagian pertama dari film ini. Penonton pun dibikin bingung, tapi inti cerita sebenarnya baru dimulai setelahnya.

Alih-alih mengusung film horor, Shinichiro Ueda justru mengubahnya menjadi film horor komedi yang penuh ‘layer’, menghibur, dan pastinya menjawab itu ketidakjelasan dari babak pertama tadi. Cerita lalu bergeser untuk fokus membahas cerita di balik ‘dapur produksi’ film zombie norak tersebut.

Kocak dan jujur apa adanya

©Nikkatsu Corporation/2018
©Nikkatsu Corporation/2018

Fokus mengenai dapur produksi pembuatan film emang menjawab semua permasalahan yang terjadi di film pertamanya. Kita seolah diajak melihat bagaimana produksi film buat televisi dibuat, apalagi Hisaragi mendapat tantangan untuk membuat film secara langsung alias gak boleh adegan yang ulang.

Masalah lain yang dibahas pada paruh kedua juga berkaitan dalam rangkain proses produksi. Mulai dari dari reading, aktor populer yang banyak mau, permintaan produser yang aneh-aneh, bongkar pasang kru, sampai memastikan semuanya berjalan lancar buat penonton.

Inilah bagian terbaik dari film “One Cut of The Dead”. Semua adegan konyol dan absurd di film pertamanya berhasil dijelaskan secara nalar dan runtun. Sehingga saat nonton kamu jadi mikir, “Oh, ternyata begitu ceritanya.”

Wajib kamu tonton

©Nikkatsu Corporation/2018
©Nikkatsu Corporation/2018

Selain masalah produksi, filmnya juga mengangkat cerita lain dari hubungan anggota keluarga Hisaragi yang dipersatukan karena proyek film zombie tersebut. Hubungan orang tua dengan anak, hingga pesan sindiran dimana ‘proses kreatif’ yang kadang-kadang harus ngalah saat berusan dengan masalah duit. Itulah yang terjadi dengan idealisme dari Hisaragi yang baru kali pertama membuat film panjang tanpa editing.

Secara pribadi, penulis sih berani bilang kalo film “One Cut of The Dead” punya cerita unik dalam genre film horor. Bahkan layak dibilang sempurna, terutama buat kamu anak film atau minimal pernah bekerja dalam industri tersebut. Sedangkan kalo kamu yang awam di industri tersebut, cerita film ini mampu menjadi obat ketawa paling pas di akhir 2018.

FYI, biaya produksi filmnya cuma 3 juta yen (sekitar Rp 378 juta) dan awalnya cuma diputar di satu bioskop kecil di Tokyo. Setelah berhasil menjadi juara kedua kategori Audience Award di Udine Far Film Festival, film ini pun dilirik banyak distributor film. Puncaknya film ini diputar lebih dari 200 bioskop di Jepang dengan pendapat kotor sekitar 800 juta yen.

Jadi, ada lagi alasan yang bikin film ini keren? Ya, kamu buktiin aja sendiri di bioskop supaya tau kerennya tuh gimana. Oia, film udah mulai tayang sejak tanggal 28 November kemarin. Udah gitu aja, gengs!

Our Score

Comments

comments

Saliki Dwi Saputra
Penulis dan tukang gambar.