Genmuda – Perlombaan ekonomi-politik antar negara makin menjurus ke persaingan bidang teknologi informasi. Siapa menguasai teknologinya, dia yang menguasai perbincangan, atau dalam hal ini “menguasai internet.”
Siapa itu millennial? Dari sekian banyak teori, millennials bisa diartiin sebagai para pemuda yang beranjak dewasa pada abad ke-21. Dengan kata lain, millennials zaman sekarang tuh usianya antara SMA sampe first jobber.
Kenapa millennial harus menguasai internet? Yah, karena hampir semua waktu millennial dihabisin di internet. Kegiatan macam belanja, nonton, cari ilmu, cari informasi, cari rumah, bahkan cari pacar pun bisa lewat internet.
Jadinya, hidup millennial semacam susah-susah-gampang dibandingin kehidupan anak-anak muda zaman dulu. Suka-duka yang jadi satu bisa dilihat dari berbagai hasil penelitian dan penelusuran di bawah ini.
1. Harus ikut perkembangan teknologi
Karena perkembangan teknologi begitu pesat, hampir tiap hari rilis aplikasi baru di berbagai online store. Anak-anak millennials perlu ikutin perkembangan sporadis itu supaya gak tertinggal info dan memperoleh kesempatan jadi yang pertama mencoba teknologi baru itu.
Salah satu contohnya, adalah peristiwa beradu cepat posting dengan fitur anya dari Instagram. Kalo ketinggalan update dikit aja, ketinggalan deg momen-momen seru posting sesuatu dengan filter atau efek gif baru. Tapi perkembangan itulah yang bikin hidup lebih seru.
2. Dikira generasi pemalas
Berbagai riset dan wawancara bilang, lebih tua merasa kalo generasi millennials tuh pemalas dan maunya serba instan karena kebanyakan dimanjain teknologi. Padahal, semua anak muda cuma berusaha berpikir kreatif biar menyelesaikan masalah tanpa banyak masalah.
Karena dianggap remeh, millennial yang berhasil sukses akhirnya jadi terkenal banget dan disorot di mana-mana. Bahkan, sampe jadi berita nasional layaknya anak-anak KitaBisa, RuangGuru, atau IndoRelawan.
3. Skeptis sama perusahaan asing
Penelitian Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Jakarta bilang, 47,8% millennial berpikiran bahwa perusahaan asing membawa dampak buruk bagi Indonesia. Data itu bisa diartiin bahwa millennials Tanah Air masih punya nilai nasionalisme yang terbilang tinggi.
Apapun soal Indonesia yang nongol di media atau diucapin orang asing pasti jadi viral. Buruknya, hal itu dengan gampangnya dimanfaatin saat perusahaan pengen ambil hati millennials di Indonesia.
4. Banyak kesempatan dan persaingan
Berbagai kesempatan yang tersedia di internet pada akhirnya banyak dimanfaatin untuk berjualan. Data Shopee yang Genmuda.com terima, Senin (12/2) bilang, jumlah millennial pengguna aplikasi jual-beli itu meningkat lima kali lipat dari tahun lalu.
“Di Shopee, kami merasa sekali pengaruh millennial. Karyawan kami rata-rata berusia 25 tahun. Selain itu, lebih dari 70% penjual Shopee berusia di bawah usia 30 tahun,” kata Rezki Yanuar, Brand Manager Shopee Indonesia, melalui siaran pers.
Sesuai hukum ekonomi aja. Makin banyaknya orang buka toko, maka makin banyak persaingan di sektor itu. Pada akhirnya, para pembuka toko perlu andalkan kreativitas dan peras otak lebih keras supaya dagangannya laku.
5. Dikira kaum yang gak bisa beli rumah sendiri
Orang-orang tua kadang iri sama hidup menyenangkan terlalu meremehkan millennial, sampe-sampe mereka memprediksi millennial bakal kesulitan beli tempat tinggal, entah itu apartemen atau rumah berhalaman.
Hal itu bikin anak muda jadi ngeri sendiri beli tempat tinggal dengan harga yang pasti ratusan juta. Padahal, tempat tinggal pasti bisa terjangkau dengan perhitungan gampang seperti di artikel ini. Coba klik dulu linknya biar paham.
6. Penyuka produk asli
Data Genmuda.com selama dua pekan belakangan bilang, tulisan asli yang belum pernah diterbitin media manapun sebelumnya selalu dapat pembaca paling besar. Contohnya adalah tulisan ini dan ini.
Fenomena itu juga berlaku di media sosial. Foto, quotes, hingga meme buatan sendiri yang unik pasti viral lantaran disebarin secara berantai. Soal sepatu pun begitu. Di antara kebokekannya, beberapa millennials bersedia luangin kekayaan untuk beli sepatu asli. Sukur-sukur kalo dapet diskon.
7. Senang berkolaborasi
Coba cek medsos. Hampir semua event zaman sekarang pasti nonjolin nilai kolaborasi yang biasanya ditandai dengan embel-embel “brand A x brand B.” Contohnya, Raisa x Isyana waktu ngegarap single “Anganku Anganmu.”
Positifnya, kebiasaan kolaborasi bikin millennial mampu meraih tujuan bersama. Tantangannya, millennial perlu nyari skill hidup yang cocok dan dibutuhin supaya bisa berkolaborasi sama pihak lain. Gak bisa semaunya sendiri. (sds)