Genmuda – Webseries original Viu Indonesia, “The Publicist” rilis tiap Rabu dan Kamis. Pada dua hari perdana, tayang tiga episode dramatis tentang tim dunia hiburan yang berusaha bangkitin citra dan popularitas aktor lama.
Merupakan kisah bersambung, format “The Publicist” mirip seperti drama luar negeri. Proses produksi satu season selesai sebelum episode awalnya tayang. Gak kayak sinetron yang sistemnya kejar tayang.
Satu episode berlangsung selama 30 menit dan (untunglah) berisi banyak narasi yang tetap bikin penasaran. Bukan maksud ngasih spoiler, tapi kayak gini yang Genmuda.com rasain saat nonton tiga episode itu.
Cerita berkembang dengan cepat
Adegan pertama episode pertama berlangsung dengan pesan yang sangat kuat. Reynaldi (Adipati Dolken), seorang aktor terlambat masuk ke set syuting karena terlalu lama menikmati narkoba di toilet.
Keterlambatan itu gak disetujui kru film dan bikin sutradaranya kabur karena kesal. Gak lama berselang, BNN datang meringkus Rey untuk diproses hukum dan direhabilitasi. Sejak detik itu, terpuruk citra dan popularitas Rey di dunia akting.
Namun, enggak bagi manajernya, Erika (Poppy Sovia). Bersama asisten kocak bernama Javier (Reza Nangin), Erika bertekad balikin citra dan popularitas Rey dengan cara apapun. Jadi bangkrut dan mengemis ke pakar humas Julia Tanjung (Prisia Nasution) bukan masalah.
Dalam perjalanannya, segala upaya Erika dan Julia untuk Rey seolah dibayangi satu sosok, yaitu Robert (Baim Wong). Dia punya kekuasaan karena dia adalah pengusaha sukses sekaligus calon wakil walikota, yang deket sama Julia.
Rasa drama luar negeri
Tema cerita, cara pengambilan gambar, dan akting anak-anak “The Publicist” jelas beda dari kebanyakan serial Indonesia di TV ataupun YouTube. Tiga episode yang tayang sama sekali gak mengandung adegan zoom in ke wajah lengkap sama monolog dalam hati.
Perkembangan ceritanya pun terbilang cepat, malah ada beberapa bagian yang terkesan dibuat dengan buru-buru. Meski begitu, emosi marah, sedih, dan senang adegan itu tetap menular ke penonton.
Mengatakan webseries ini mirip serial Korea, Jepang, Taiwan, atau Amerika mungkin bikin fans jenis serial itu ngamuk. Tapi, bilang nuansa webseries ini mirip drama Filipina dan Thailand adalah sebuah perbandingan yang pas.
Dialog yang berani
Dari dialognya, webseries ini punya target ditonton masyarakat luar Indonesia. Meski aplikasi dan web Viu menyediakan subtitle, beberapa dialog tetep diucap dalam Bahasa Inggris.
Monty Tiwa yang jadi sutradara sekaligus penulis naskahnya juga berani bikin dialog berkata-kata kasar yang gak disensor. Makian macam t*i dan f*ck bermunculan dalam tiga episode pertama.
Dari nama tokoh dan dialognya, Genmuda.com punya keyakinan webseries ini bisa diminati paling enggak di Filipina, negara yang wajah penduduknya mirip sebagian orang Indonesia, tapi namanya bernuansa Spanyol dan Amerika.
Banyak kameo bintang
Sepanjang tiga episode, ada sejumlah penampilan kameo yang gak asing lagi bagi anak-anak muda penikmat dunia hiburan Tanah Air. Misalnya, penampakan Teuku Rifnu Wikana, Dwi Sasono, atau Martin Anugrah anak Cameo Project.
Kalo pola itu berlangsung terus, berarti bakal ada minimal satu kameo di tiap episode “The Publicist.” Menemukannya terasa kayak ketika menemukan easter eggs di film Marvel.
Tanpa menyatakan kesempurnaan, webseries ini perlu kamu tonton kalo pengen dapet angin segar dari industri serial dalam negeri. Coba deh liat videonya di Viu. Jangan salahin Genmuda.com ya kalo kamu ketagihan.
(sds)